Selasa, 02 April 2013

sejarah ketoprak di jawa..^^

sejarah ketoprak di jawa..^^

Ketoprak di Jawa Tengah

Ketoprak merupakan teater rakyat yang paling populer di Jawa tengah, namun terdapat juga di Jawa Timur. Masyarakat Jawa Tengah/Timur umumnya sangat mengenal Ketoprak. Seolah-olah Ketoprak menjadi satu dalam kehidupan masyarakat di Jawa tengah dan mengalahkan kesenian lainnya seperti Srandul, Emprak dan kesenian rakyat lainnya.

Ketoprak pada mulanya hanya merupakan permainan orang-orang desa yang sedang menghibur diri dengan menabuh lesung secara berirama diwaktu bulan purnama, dengan sebutan gejog. Kemudian ditambah dengan tembang (nyanyian) yang dilakukan bersama dengan orang kampung/desa yang sedang menghibur diri dan akhirnya ditambah dengan gendang, terbang dan suling, maka lahirlah Ketoprak Lesung, yang diperkirakan sekitar tahun 1887. Baru pada sekitar tahun 1909 untuk pertama kalinya dipentaskan Ketoprak yang berbentuk pertunjukan lengkap.

Ketoprak pertama yang secara resmi dipertunjukan di depan umum, ialah Ketoprak Wreksotomo, yang dibentuk oleh Ki Wisangkoro, dengan pemain semuanya pria. Cerita yang dipentaskan masih sangat sederhana yaitu dengan cerita : Warso - Warsi, Kendono Gendini, Darmo - Darmi, dan lain sebagainya.

Setelah itu perkembangan Ketoprak sangat maju dan digemari oleh masyarakat, terutama berkembang di daerah Yogyakarta. Perkembangan Ketoprak yang dimulai dari pertunjukan permainan lesung. Kemudian menjadi pertunjukan Ketoprak lengkap dengan cerita dan gamelan yang mengiringi, serta pengaruh - pengaruh teater bangsawan yang menyelinap ke tubuh pertunjukan Ketoprak, dapat disusun sebagai berikut :


a. Kotekan Lesung : sebagai asal mula dan benih untuk berkembang menjadi pertunjukan Ketoprak.

b. Ketoprak Lesung Mula : yaitu dikembangkan dari kotekan Lesung ditambah dengan tari-tarian dan dilengkapi dengan cerita yang sederhana. Kehidupan petani sehari-hari.

c. Ketoprak Lesung : sudah merupakan petunjukan lengkap dengan cerita-cerita rakyat dengan iringan gamelan sederhana gendang, suling, terbang dan lesung. Dari bentuk inilah sebenarnya pertunjukan Ketoprak lahir.

d. Ketoprak Gamelan : perkembangan dari Ketoprak Lesung, dilengkapi dengan cerita Panji ditambah dengan pakaian 'mesiran' (seribu satu malam).

e. Ketoprak Gamelan yang sampai sekarang : cerita-cerita yang dihidangkan kebanyakan adalah cerita Babad, yang paling populer sampai sekarang ini. Pertunjukannya meskipun di alam terbuka, namun sudah mulai mendekat ke Gedung/panggung, yaitu yang disebut Ketoprak Pendopo (dipertunjukan di depan 'Pendopo').

f. Ketoprak Panggung : merupakan perkembangan terakhir, yaitu pertunjukan Ketoprak yang dilakukan di panggung dengan cerita campuran, baik cerita rakyat, sejarah, babad maupun cerita-cerita adaptasi dari cerita luar (Sampek Eng Tay, Pencuri dari Bagdad dan lain sebagainya).

Yang banyak dibicarakan adalah Ketoprak panggung yang sampai sekarang masih dapat disaksikan dibeberapa daerah Jawa tengah dan Jawa timur. Ketoprak yang pada mulanya kesenian rakyat yang dipertunjukan di alam terbuka dengan tidak menggunakan perlengkapan dan panggung, tetapi pada perkembangannya justru dipentaskan dipanggunng dalam gedung, yang dengan sendirinya mengarah ke pertunjukan yang profesional, dimana para pemainnya hidup dari bermain Ketoprak dan para penontonnya membayar karcis. Hingga pertunjukan Ketoprak diusahakan agar lebih menarik para penonton baik dari segi teknis, maupun cerita-cerita yang dihidangkan agar tidak membosankan para penonton. Perkembangan terakhir dapat dilihat pada Ketoprak "Siswo Budoyo" Tulung Agung, Jawa timur yang berkembang pesat, penuh pembaruan teknis, dengan daya tarik yang memikat dan digemari masyarakat.

Cerita-cerita yang dihidangkan dalam Ketoprak Panggung ini sangat bervariasi, dari cerita rakyat, dongeng, babad, legenda, sejarah dan bahkan cerita-cerita dari luar yang diadaptasikan dalam suasana Indonesia, misalnya karya Shakespeare : Pangeran Hamlet atau Sampek Eng Tay. Dimulai dari cerita sederhana, seperti : Darmo - Darmi, Warso Warsi, Kendono, Gendini, Abdul Semararupi (cerita Menak), Panji Asmorobangun, Klana Sewandono (cerita Panji), Ande - ande Lumut, Angling Darmo, Roro Mendut, Damarwulan, Ronggolawe, Joko Bodo, dan lain sebagainya.

Cerita yang paling digemari adalah cerita yang bersifat kepahlawanan, perjuangan ke arah yang benar, dan menentang penindasan sewenang - wenang dan di akhiri bagi yang benar, jujur dan baik.

Pakaian (kostum) para pemain disesuaikan dengan cerita yang dibawakan, sesuai dengan kostum yang dipakai saat itu. Umumnya cerita ketoprak adalah pakaian resmi yang digunakan masyarakat waktu itu. Misalnya Pangeran Wiroguna, kostum yang dipakai adalah kostum resmi seorang pangeran daerah Jawa, begitu juga kostum yang digunakan prajurit . Namun ada juga kostum yang dibuat khusus yang bermakna simbolis dalam cerita, misalnya lewat warna simbolis pakaian yang digunakan. Misalnya tokoh bijaksana warna pakaian hitam, tokoh suci warna pakaiannya putih, sedangkan tokoh pemberani warna pakaiannya merah dan sebagainya. Kostum cerita-cerita sejarah Jawa, misalnya memakai pakaian kejawen. Untuk cerita seribu satu malam, pakaian yang digunakan banyak yang berkilauan, seperti sutra. Kostum semacam ini biasanya digunakan untuk yang disebut gaya 'mesiran' dan ini sangat populer dan menarik perhaian para penontonnya. Kostum yang dipakai oleh Wayang orang pun mempengaruhi kostum Ketoprak, terutama Ketoprak pesisran sebelah utara Jawa. Hal ini dapat di lihat pada cerita Angling Darmo, Menak Jinggo/Damarwulan.

Disamping itu belakangan muncul apa yang dinamakan pakaian basahan, yaitu semacam pakaian kejawen tetapi dicampur dengan lainnya, yaitu terdiri dari kain batik, baju beskap dan serban (sering juga dengan jubah). Pakaian basahan ini dipakai dalam cerita Menak atau cerita para wali. Jika tidak dengan jubah pakaian tersebut mirip dengan pakaian abdi golongan ulama di dalam istana raja.

Alat ekspresi yang digunakan dalam pertunjukan Ketoprak yang merupakan ciri-ciri Ketoprak adalah adanya unsur/elemen : cerita yang dimainkan, tabuhan (gamelan) yang mengiringi, tembang (nyayian) yang digunakan, tarian (gerak-gerak indah yang dipergunakan), busana/pakaian (Kostum).

Seperti umumnya teater tradisi di Indonesia selalu menggunkan media ungkap laku dan dialog, gerak dengan tarinya, suara dan bunyi (musik) yang mengiringi, suara disini dengan tembang (nyanyian/menyanyi) semuanya diungkapkan secara terpadu dan digunakan semuanya. Pertunjukan Ketoprak yang masih mengikuti pakem dan pola lama dalam menyajikan cerita, Ketoprak tersebut selalu menggunakan tembang (nyanyi) dan tari disamping selalu menggunakan iringan musik (gamelan).

Tembang merupakan salah satu ciri Ketoprak lama dan sering juga dalam berdialog menggunakan tembang. Oleh karena itu tembang mempunyai fungsi sebagia pengiring adegan, untuk berdialog, untuk monolog (berbicara sendiri) dan/atau sebagai penjeritaan (narasi).

Sedangkan musik (gamelan) disamping mengiringi tembang, juga dapat berdiri sendiri, berfungsi sebagai : pengiring adegan, ilustrasi penggambaran suasana cerita, memberi tekanan dramatik, penyekat adegan yang satu dengan yang lain, digunakan untuk menimbulkan efek suara yang dikehendaki.

Peralatan musik tradisi digunakan yang paling sederhana ialah : Kendang, saron, ketuk, kenong, kempul dan gong bumbung atau gong kemada. Sedangkan apabila lengkap digunakan gamelan biasa dengan tambahannya suling atau terbang. Hal ini mengingatkan kita bahwa pada saat Ketoprak masih dalam mula perkembangannya, yaitu saat Ketoprak Lesung, perlengkapan musik tradisi yang digunakan adalah : lesung, kendang, suling dan terbang, ditambah keprak.

Ketoprak menggunakan tembang sebagai salah satu cara untuk menyampaikan ekspresinya. Oleh karena itu pemain ketoprak diharapkan tidak hanya pandai berakting saja tetapi juga harus pandai bernyanyi dan menari. untuk pemain gamelan, perlu adanya sinden (waranggono) apabila diperlukan untuk menimbulkan suasana. Penyanyi yang khusus untuk mengiringi gamelan dalam pertunjukan Ketoprak.

Dalam permainan ketoprak masalah bahasa atau cara menyampaikan bahasa tersebut, sangat memperoleh perhatian. Meskipun yang digunakan bahasa Jawa namun harus diperhitungkan masalah "unggah-ungguh" bahasa. Dalam bahasa Jawa ada tingkat-tingkat bahasa yang digunakan yaitu bahasa Jawa biasa (sehari-hari), kemudian ada bahasa kromo (untuk yang lebih tinggi) dan ada bahasa kromo inggil (untuk tingkatan yang lebih tinggi). Bahasapun harus diperhatikan, yaitu apa yang disebut bahasa ketoprak, bahasa halus yang spesifik. Dalam berdialog perlu sangat diperhatikan. Apabila pertunjukan akan menggunakan bahasa Indonesia, harus dipikirkan bahasa yang cocok dengan bahasa ketoprak, meskipun dengan bahasa Indonesia.

0 komentar:

Posting Komentar