Selasa, 02 April 2013

Guru Aktif V Siswa Kreatif

Guru Aktif V Siswa Kreatif cms-formulasi Guru Aktif V Siswa Kreatif Menela’ah pendidikan Multikultural Guru Aktif dan kreatif pasti diinginkan oleh setiap siswa. Siswa merasa senang dan nyaman belajar di sekolah tanpa ada yang membebani. Menurut pengalaman teman penulis waktu masih duduk di bangku sekolah, kalau ada sebagian guru menyampaikan materinya kurang meyakinkan, lebih-lebih tidak kreatif. Biasanya, tidak dapat merangsang siswa dengan bentuk apapun. Maka, kecendrungan siswa lebih senang mencari sensasi baru sekedar untuk menghilangkan rasa jenuh. Salah satunya dapat di lakukan dengan membaca buku selain materi, laiknya buku novel yang bersitus porno, berbicara dengan temannya dengan suara tidak nyaring. Tragisnya, kadang siswa mendahulukan tidur dari pada mendengarkan. Asumsi siswa, mengapa harus mendengarkan penjelasan Guru. Jika pada akhirnya keterangannya masuk lewat telinga kanan, keluar ketelinga paling kiri.image_thumb%25255B1%25255D Selain sosok guru menjadi cerminan moral merka juga sebagai seorang pendidik yang selalu mengarahkan anak didiknya pada nilai-nilai kesopanan dan berakhlaqul karimah pada setiap manusia. ketampangan guru adalah merekontruksi anak didiknya dalam membangun motivasi atas potensi besar yang dimuliki dalam diri masing-masing siswa yang harus dikembangkan di sekolah. Ketika penulis melihat gelagat para guru swasta. Tugas guru adalah bagaimana siswa bisa bersekutu dengan ilmu pengetahuan merupakan salah satu tendensi kuat untuk kemajuan dunia pendidikan dalam menentukan masa depan siswa yang lebih baik. Atas motivasi guru pada anak didiknya, selalu diorentasikan untuk dapat mensenergikan kemampuan siswa dalam konteks memupuk intelektual question, emusional question sekaligus spritual question yang di miliki setiap siswa di sekolah. Sebab, model perkembangan pendidikan saat ini, merupakan satu sistem yang merekontruksi bermacam cara bagaimana meningkatkan kualitas belajar Siswa di sekolah secara baik, baik swasta sekalipun negeri adalah sama saja berorentasi pada ilmu pengetahuan. Dalam catatan sejarah pendidikan Indonesia, hampir tidak ada kelompok manusia yang tidak menggunakan pendidikan sebagai alat pembudayaan dan peningkatan kualitasnya, sekalipun dalam masyarakat yang masih terbelakang. Pendidikan sebagai usaha sadar yang dibutuhkan untuk menyiapkan anak didik demi menunjang perannya di masa akan datang. Jadi, pendidikan yang dilakukan suatu bangsa tentu memiliki hubungan yang sangat signifikan dengan kemajuan bangsa. Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan asasi manusia, bahkan M. Natsir menegaskan bahwa pendidikan merupakan salah satu faktor yang ikut menentukan maju mundurnya kehidupan masyarakat di hari esok. Sistem pendidikan nasional lebih bercerikan ”keseragaman” berlandaskan pada budaya nasional, berdiri diatas puncak-puncak kebudayaan daerah. Pendidikan diselenggarakan dengan aturan dalam konteks mayoritas yang bersaing dan berhadap dengan minoritas dan dikelola oleh pemerintah untuk meluaskan atau mempersempit hal-hal yang substansi atau penting yang menyangkut dengan lingkup dan alokasi kewenangan. Seiring dengan proses desentralisasi pendidikan yang dalam melibatkan peran serta masyarakat mengisyaratkan pengakuan terhadap manusia Indonesia dan masyarakat setempat [konsep otonomi daerah]. Ini berarti Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional ditinjau dari persepektif filosofis harus beranjak dari suatu paradigma baru pendidikan menuju pada pengakuan terhadap aspirasi masyarakat dan individu. Dengan sendirinya, paradigma baru dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional harus mengacu pada pendidikan multikultural yaitu adanya kebudayaan beragam dalam suatu masyarakat yang tetap merupakan kesatuan”Bhineka Tunggal Ika”. Demikian kebutuhan pembelajaran individu berada dalam perbedaan realitas sosio-historis, sosio-ekonomis, suku-bangsa, sosio-psikologis. Artinya akan dihadirkan populasi sasaran beragam dalam konteks sistem pendidikan dan persekolahan. Tanpaknya sistem pendidikan kita masih harus dikelola dengan baik, konsisten, kuat secara nasional yang berdasar pada konsep keragaman atau kebhinnekaan multikultural. Sementara sampai pada masa reformasi seperti yang sudah berjalan saat ini, sistem pendidikan nasional kita tetap hanya bercerikan ”keseragaman” yang berlandaskan pada budaya nasional dan bukan berfokus pada konsep pendidikan multikultural. Sedangkan realitas Indonesia yang multikultural dengan berbagai masalah dalam masa reformasi sekarang, terlihat adanya kebutuhan mendesak untuk merekonstruksi kembali “pendidikan nasional Indonesia” yang dapat mejadi “integrating force” yang memproses, menghidupkan dan mengikat seluruh keragaman etnis, sukubangsa, agama dan budaya dalam prinsip Indonesia sebagai negara “bhinneka tunggal ika”. Selain pendidikan merupakan lapangan yang sentral dalam upaya menerjemahkan gagasan multikullturalisme yang menjadi kenyataan dalam perilaku kehidupan masyarakat dan bangsa Indonesia. Pada posisi ini, pendidikan multikultur memegang peranan kunci, sebab pendidikan merupakan lapangan sentral dalam upaya menerjemahkan dan mensosialisasikan gagasan multikullturalisme, sehingga menjadi kenyataan dalam perilaku. Tetapi ”perlu diketahui, bahwa gagasan pendekatan multikultur relatif baru dianggap sesuai bagi masyarakat Indonesia yang heterogen. .... Baca Selengkapnya di : http://www.m-edukasi.web.id/2013/03/guru-aktif-v-siswa-kreatif.html
Copyright www.m-edukasi.web.id Media Pendidikan Indonesia

0 komentar:

Posting Komentar