Guru Aktif V Siswa
Kreatif
cms-formulasi
Guru Aktif V Siswa Kreatif
Menela’ah pendidikan Multikultural
Guru Aktif dan kreatif pasti diinginkan oleh setiap siswa. Siswa merasa
senang dan nyaman belajar di sekolah tanpa ada yang membebani. Menurut
pengalaman teman penulis waktu masih duduk di bangku sekolah, kalau ada
sebagian guru menyampaikan materinya kurang meyakinkan, lebih-lebih
tidak kreatif. Biasanya, tidak dapat merangsang siswa dengan bentuk
apapun. Maka, kecendrungan siswa lebih senang mencari sensasi baru
sekedar untuk menghilangkan rasa jenuh. Salah satunya dapat di lakukan
dengan membaca buku selain materi, laiknya buku novel yang bersitus
porno, berbicara dengan temannya dengan suara tidak nyaring. Tragisnya,
kadang siswa mendahulukan tidur dari pada mendengarkan. Asumsi siswa,
mengapa harus mendengarkan penjelasan Guru. Jika pada akhirnya
keterangannya masuk lewat telinga kanan, keluar ketelinga paling
kiri.image_thumb%25255B1%25255D
Selain sosok guru menjadi cerminan moral merka juga sebagai seorang
pendidik yang selalu mengarahkan anak didiknya pada nilai-nilai
kesopanan dan berakhlaqul karimah pada setiap manusia. ketampangan guru
adalah merekontruksi anak didiknya dalam membangun motivasi atas potensi
besar yang dimuliki dalam diri masing-masing siswa yang harus
dikembangkan di sekolah.
Ketika penulis melihat gelagat para guru swasta. Tugas guru adalah
bagaimana siswa bisa bersekutu dengan ilmu pengetahuan merupakan salah
satu tendensi kuat untuk kemajuan dunia pendidikan dalam menentukan masa
depan siswa yang lebih baik. Atas motivasi guru pada anak didiknya,
selalu diorentasikan untuk dapat mensenergikan kemampuan siswa dalam
konteks memupuk intelektual question, emusional question sekaligus
spritual question yang di miliki setiap siswa di sekolah.
Sebab, model perkembangan pendidikan saat ini, merupakan satu sistem
yang merekontruksi bermacam cara bagaimana meningkatkan kualitas belajar
Siswa di sekolah secara baik, baik swasta sekalipun negeri adalah sama
saja berorentasi pada ilmu pengetahuan. Dalam catatan sejarah pendidikan
Indonesia, hampir tidak ada kelompok manusia yang tidak menggunakan
pendidikan sebagai alat pembudayaan dan peningkatan kualitasnya,
sekalipun dalam masyarakat yang masih terbelakang.
Pendidikan sebagai usaha sadar yang dibutuhkan untuk menyiapkan anak
didik demi menunjang perannya di masa akan datang. Jadi, pendidikan yang
dilakukan suatu bangsa tentu memiliki hubungan yang sangat signifikan
dengan kemajuan bangsa. Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan asasi
manusia, bahkan M. Natsir menegaskan bahwa pendidikan merupakan salah
satu faktor yang ikut menentukan maju mundurnya kehidupan masyarakat di
hari esok.
Sistem pendidikan nasional lebih bercerikan ”keseragaman” berlandaskan
pada budaya nasional, berdiri diatas puncak-puncak kebudayaan daerah.
Pendidikan diselenggarakan dengan aturan dalam konteks mayoritas yang
bersaing dan berhadap dengan minoritas dan dikelola oleh pemerintah
untuk meluaskan atau mempersempit hal-hal yang substansi atau penting
yang menyangkut dengan lingkup dan alokasi kewenangan.
Seiring dengan proses desentralisasi pendidikan yang dalam melibatkan
peran serta masyarakat mengisyaratkan pengakuan terhadap manusia
Indonesia dan masyarakat setempat [konsep otonomi daerah]. Ini berarti
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional ditinjau dari persepektif
filosofis harus beranjak dari suatu paradigma baru pendidikan menuju
pada pengakuan terhadap aspirasi masyarakat dan individu. Dengan
sendirinya, paradigma baru dalam Undang-undang Sistem Pendidikan
Nasional harus mengacu pada pendidikan multikultural yaitu adanya
kebudayaan beragam dalam suatu masyarakat yang tetap merupakan
kesatuan”Bhineka Tunggal Ika”. Demikian kebutuhan pembelajaran individu
berada dalam perbedaan realitas sosio-historis, sosio-ekonomis,
suku-bangsa, sosio-psikologis. Artinya akan dihadirkan populasi sasaran
beragam dalam konteks sistem pendidikan dan persekolahan.
Tanpaknya sistem pendidikan kita masih harus dikelola dengan baik,
konsisten, kuat secara nasional yang berdasar pada konsep keragaman atau
kebhinnekaan multikultural. Sementara sampai pada masa reformasi
seperti yang sudah berjalan saat ini, sistem pendidikan nasional kita
tetap hanya bercerikan ”keseragaman” yang berlandaskan pada budaya
nasional dan bukan berfokus pada konsep pendidikan multikultural.
Sedangkan realitas Indonesia yang multikultural dengan berbagai masalah
dalam masa reformasi sekarang, terlihat adanya kebutuhan mendesak untuk
merekonstruksi kembali “pendidikan nasional Indonesia” yang dapat mejadi
“integrating force” yang memproses, menghidupkan dan mengikat seluruh
keragaman etnis, sukubangsa, agama dan budaya dalam prinsip Indonesia
sebagai negara “bhinneka tunggal ika”.
Selain pendidikan merupakan lapangan yang sentral dalam upaya
menerjemahkan gagasan multikullturalisme yang menjadi kenyataan dalam
perilaku kehidupan masyarakat dan bangsa Indonesia. Pada posisi ini,
pendidikan multikultur memegang peranan kunci, sebab pendidikan
merupakan lapangan sentral dalam upaya menerjemahkan dan
mensosialisasikan gagasan multikullturalisme, sehingga menjadi kenyataan
dalam perilaku. Tetapi ”perlu diketahui, bahwa gagasan pendekatan
multikultur relatif baru dianggap sesuai bagi masyarakat Indonesia yang
heterogen. .... Baca Selengkapnya di : http://www.m-edukasi.web.id/2013/03/guru-aktif-v-siswa-kreatif.html
Copyright www.m-edukasi.web.id Media Pendidikan Indonesia
Copyright www.m-edukasi.web.id Media Pendidikan Indonesia
0 komentar:
Posting Komentar